Sabtu, 03 Februari 2018

Sulitnya Melindungi Guru

Peristiwa meninggalnya Bapak Ahmad Budi Cahyono, guru SMAN 1 Torjun merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan bagi profesi guru. Indikasi bahwa guru terancam dalam melaksanakan tugasnya. Saat guru sudah  terancam melaksanakan tugasnya, rasa peduli terancam pudar. Jika rasa peduli guru pudar, pendidikan kita berada dalam ancaman serius.
Pada tahun 2017 yang lalu Mendikbud baru saja mengeluarkan sebuah aturan perlindungan guru, yakni permendikbud nomor 10 tahun 2017. Hal yang mendasari karena maraknya kriminalisasi terhadap guru pada saat melaksanakan tugasnya. Dengan permendikbud ini, guru bisa terlindungi melaksanakan tugasnya. Lalu bagaimana fungsi aturan itu  bila nyawa guru sudah melayang seperti hal yang dialami Bapak Ahmada Budi Cahyono?
Apa yang dialami  Bapak Ahmad Budi Cahyono, Guru  mata pelajaran seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun,  Sampang Madura,  peristiwa ironis yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.  Bapak Guru ini telah gugur akibat dianiaya oleh siswanya. Lalu apa yang dia dapatkan? Sebagai guru honorer  hampir dipastikan pendapatannya pas-pasan saja. Pendapatan yang pasa-pasan dengan resiko nyawa melayang, adalah sebuah pengorbanan yang tidak bisa dibandingkan dengan siapappun di negeri ini.
Bila kita cari informasi dari berbagai sumber, Bapak Guru Budi adalah guru yang baik dan memiliki sejumlah talenta seni. Kamis kemarin tanggal 1 pebruari 2018, ia mengajar di kelas XI. Pelajaran menggambar tengah dilakukan. Ada siswa yang  tak peduli, ia terus mengganggu teman-temannya,  bahkan kemudian bisa tidur seenaknya dalam kelas. Guru tak lagi dihargai. Bapak guru menegur kemudian menghukumnya, Siswa yang ditegur dan dihukum bukan jera melainkan merangsek Gurunya, memukuli kepala gurunya sendiri.  Akan terus ia pukuli jika teman-temannya tak melerai.
Tak sampai di situ, pulang sekolah, siswa yang dia didik dengan kasih sayang  itu,  menunggu bapak guru Budi dan kembali menganiaya.
Setiba di rumah,  Bapak Ahmad Budi Cahyono merasakan sakit kepalanya, makin menjadi.  Tak sadarkan diri kemudian. Keluarga membawanya ke RS Dr Sutomo, Surabaya. kemudian Bapak Ahmad Budi Cahyono berpulang. Diagnosis dokter mati batang otak.
Mengapa peristiwa ini bisa terjadi? Mungkinkah ini bias dari kekarasan, kebebasan, kesenangan menyebar hoax, perilaku suka fitnah, sifat egois, sifat serakah yang selama ini dipertontonkan para orang dewasa kepada anak-anak? Siapa yang salah? 

Tidak ada komentar: