Peristiwa meninggalnya Bapak Ahmad Budi Cahyono, guru SMAN 1 Torjun merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan bagi profesi guru. Indikasi bahwa guru terancam dalam melaksanakan tugasnya. Saat guru sudah terancam melaksanakan tugasnya, rasa peduli terancam pudar. Jika rasa peduli guru pudar, pendidikan kita berada dalam ancaman serius.

Apa yang dialami Bapak Ahmad Budi Cahyono, Guru mata pelajaran seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang Madura, peristiwa ironis yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bapak Guru ini telah gugur akibat dianiaya oleh siswanya. Lalu apa yang dia dapatkan? Sebagai guru honorer hampir dipastikan pendapatannya pas-pasan saja. Pendapatan yang pasa-pasan dengan resiko nyawa melayang, adalah sebuah pengorbanan yang tidak bisa dibandingkan dengan siapappun di negeri ini.
Bila kita cari informasi dari berbagai sumber, Bapak Guru Budi adalah guru yang baik dan memiliki sejumlah talenta seni. Kamis kemarin tanggal 1 pebruari 2018, ia mengajar di kelas XI. Pelajaran menggambar tengah dilakukan. Ada siswa yang tak peduli, ia terus mengganggu teman-temannya, bahkan kemudian bisa tidur seenaknya dalam kelas. Guru tak lagi dihargai. Bapak guru menegur kemudian menghukumnya, Siswa yang ditegur dan dihukum bukan jera melainkan merangsek Gurunya, memukuli kepala gurunya sendiri. Akan terus ia pukuli jika teman-temannya tak melerai.
Tak sampai di situ, pulang sekolah, siswa yang dia didik dengan kasih sayang itu, menunggu bapak guru Budi dan kembali menganiaya.
Setiba di rumah, Bapak Ahmad Budi Cahyono merasakan sakit kepalanya, makin menjadi. Tak sadarkan diri kemudian. Keluarga membawanya ke RS Dr Sutomo, Surabaya. kemudian Bapak Ahmad Budi Cahyono berpulang. Diagnosis dokter mati batang otak.
Mengapa peristiwa ini bisa terjadi? Mungkinkah ini bias dari kekarasan, kebebasan, kesenangan menyebar hoax, perilaku suka fitnah, sifat egois, sifat serakah yang selama ini dipertontonkan para orang dewasa kepada anak-anak? Siapa yang salah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar