Rabu, 19 Januari 2011

WARNA EKSISTENSIALISME DALAM “CANTIK ITU LUKA

WARNA EKSISTENSIALISME DALAM “CANTIK ITU LUKA”
Oleh : Aldon Samosir, S.Pd.
Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 2 Balige


Subagio Sastrowardoyo, (1992 : 34) mengatakan bahwa pada berbagai hasil karya sastra dan filsafat susah dipisahkan. Di dalam karya sastra yang bermutu tinggi, sastra menjadi identik dengan filasfat. Hal ini menjadi cirri yang menonjol dalam sastra klasik dan modern. Pada tulisan-tulisan Plato ( 427 – 324 SM) biasa disebut karangan filsafat, tetapi dari beberapa segi dapat pula kita sebut kesusastraan
            Filsafat memang sangat dekat dengan karya sastra. Bahkan menurut Wellek (1990 : 135) karya sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat. Hubungan filsafat dengan sastra adalah berkenaan dengan muatan. Filsafat merupakan hasil perenungan manusia untuk menemukan jati dirinya. Sedangkan  sastra berfungsi mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut sedemikian rupa berdasarkan karakter sastra.
            Dengan demikian, jika sastra dan filsafat dipadu, maka keduanya akan mendapat keuntungan. Sastra tidak kering dari nilai-nilai kehidupan. Objek dari filsafat adalah realitas kehidupan yang penuh makna atau pemaknaan terhadap kehidupan itu sendiri. Sastra adalah hasil perenungan terhadap kehidupan manusia. Dengan demikian, sastra akan lebih berisi tidak hanya hasil khayalan tanpa bobot.Sastra akan memiliki nilai kehidupan.yang bisa membawa kehidupan social yang baik.
            Dalam karya sastra modern Indonesia, pertalian sastra dengan filsafat sudah hal yang lazim seperti Olenka karya Budi Darma,. Dalam kesempatan ini, penulis akan menganalisis warna eksistensialisme dalam novel “Cantik Itu Luka” karya Eka Kurniawan. Eksistensialisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 288) diartikan sebagai aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar. Suabagio Sastrowardoyo (1992 : 38) mengemukakan ternyata filsuf-filsuf yang memikirkan soal hidup dan kehadiran manusia adalah filsuf eksistensialis. Filsuf eksistensialis cenderung mengidentikkan filsafat dengan seni sastra atau seni pada umunya.  
Tokoh Utama cerita ini adalah Dewi Ayu,  anak Aneu Stamler atau cucu Ted Stamler. Dewi Ayu adalah anak perkawinan luar nikah dari dua bersaudara lain ibu. Namun kedua orang tua Dewi Ayu, Henri Stamler dan Anue Stamler meninggalkan Dewi Ayu begitu saja di depan pintu rumahnya dan mereka pergi angkat kaki ke negeri Belanda.
Di zaman Jepang sebagian besar penduduk ditangkapi oleh Jepang, terutama yang dianggap pro Belanda, termasuk Dewi Ayu. Ia diasingkan ke sebuah pulau kecil yang seram dan terpencil. Pulau ini, Bloedenkamp adalah sebuah tempat yang mengerikan dan menjijikkan. Selain dkenal angker, di sana juga tak ada makanan disediakan . Karena itu para tawanan umumnya memakan apa yang ada di sekitar mereka termasuk cacing, ular ataupun tikus. Kekejaman dan kehausan seksual Jepang di Bloedenkamp telah memanggil nurani Dewi Ayu terpaksa  memberikan dirinya kepada seorang tentara Jepang untuk disetubuhi.
Dewi Ayu sendiri, sebagaimana kenyataan di ujung Pemerintahan Kolonial Belanda, berada dalam kesulitan sosial dan ekonomi. Setelah mengalami kegetiran bersama penduduk di Bloedenkamp, Dewi Ayu bersama gadis-gadis lainnya dibawa diam-diam oleh Jepang ke tempat pelacuran Mama Kalong di Halimunda. Mereka dipaksa menjadi pelacur. Mama Kalong adalah germo yang paling terkenal dan profesional di sana. Namun pada masa berikutnya rumah pelacuran Mama Kalong menjadi terkenal dan identik dengan Dewi Ayu, ia menjadi selebriti di kota tersebut. Ketenarannya menyamai nama-nama penguasa di kota tersebut. Bahkan Halimunda sendiri menjadi identik dengan kecantikan pelacur Dewi Ayu.
Dewi Ayu melahirkan empat anak yang tidak dikehendakinya, tiga di antaranya sangat cantik dan diminati banyak lelaki di kota Halimunda. Ketiga putrinya yang cantik itu adalah Alamanda, Adinda dan Maya Dewi. Kecantikan tiga putri itu juga menjadi malapetaka bagi keluarganya sendiri. Karena itu, saat ia hamil pada keempat kalinya, ia berdoa agar anaknya dialahirkan buruk rupa. Tokoh Utama menyadari bahwa yang dia alami selama ini adalah kutukan kecantikan. Keinginan mendapat  anak buruk rupa merupakan bentuk pemberontakannya terhadap realitas yang dialaminya yaitu karma. Sebab kecantikan akan membawa mereka ke dalam petaka. Anaknya yang keempat ini benar lahir dengan menjijikkan namun punya keajaiban, ia diberi nama Cantik. Namun si buruk rupa akhirnya juga terjebak dalam perselingkuhan dengan sepupunya, Krisan.
Alamanda dikawini paksa oleh seorang komandan tentara, Shodanco, setelah diperkosa. Perkwinan itu sungguh tidak dengan rasa cinta, melainkan kebencian yang begitu bergelora. Karena itu 5 tahun perkawinan mereka tak melahirkan anak sebab Alamanda selalu memakai celana besi dan azimat. Dari perkawinan mereka melahirkan anak Nuraini. Adinda menikah dengan Kamerad Kliwon, seorang pemuda genteng, tokoh politik dan terkenal di kota itu. Kamerad Kliwon adalah mantan pacar sejati Alamanda. Perkawinan mereka melahirkan anak Krisan. Maya Dewi menikah dengan seorang tokoh preman dan penguasa terminal, namanya Maman Gendeng. Mereka menikah saat Maya Dewi berumur dua belas tahun tetapi baru disetubuhi saat umur 17 tahun. Kemudian mereka dikaruniai anak, Rengganis Si Cantik.
Si Cantik, anak Dewi Ayu keempat, si bungsu buruk rupa, hidup bersama pembantu yang bisu, Rosinah. Ia bercinta-buta dengan Krisan setelah kematian Rengganis Si Cantik. Si Cantik dan Krisan melahirkan seorang anak yang meninggal sebelum diberi nama. Sebelumnya Krisan juga bercinta buta dengan anak tantenya, Rengganis Si Cantik. Rengganis Si Cantik melahirkan juga seorang anak tak bernama, kemudian diserahkan pada ajak-ajak liar. Krisan membunuh Rengganis Si Cantik di tengah laut untuk menutupi perbuatan zinanya itu.
Kinkin adalah anak penggali kuburan yang bisa berhubungan dengan roh orang mati dengan permainan jelangkung. Ia satu kelas dengan Rengganis Si Cantik. Walaupun penampilannya kumal dan pendiam namun diam-diam ia mencintai Rengganis Si Cantik. Ketika Rengganis Si Cantik diketahui hamil dengan isu bahwa seekor anjing telah memperkosanya, ia sangat kecewa. Kinkin tetap tak percaya bahwa Anjing telah memperkosa Rengganis Si Cantik.
Oleh karena cintanya pada Rengganis si Cantik, ia bersedia  menjadi bapak anak yang dikandung Rengganis tetapi tidak kesampaian. Setelah kematian Rengganis Si Cantik, Kinkin selalu mencari siapa pembunuh orang yang dicintainya itu. Roh Rengganis pun tidak mau mengatakan pembunuh dirinya, sebab ia sangat mencintai orang yang membunuhnya. Akhirnya, lewat susah-payah ia menemukan juga pembunuh Rengganis dari roh yang tidak dikenal. Pembunuhnya adalah Krisan, sepupunya, sekaligus kekasih yang sangat dicintai Rengganis. Setelah itu Kinkin mencari Krisan, dan membunuhnya di rumah Cantik si buruk rupa.
            Berikut penulis akan menguraikan beberapa warna eksistensialisme yang terkandung dalam dalam novel “Cantik Itu Luka”.
Tak bisa dipungkiri bahwa pembaca sedikit kesulitan memahami novel “Cantik Itu Luka”. Untuk mendapat keseluruhan nilai dalam cerita ini, dibutuhkan lebih dari sekali untuk membacanya. Ini bukan disebakan ketidakmampuan Eka Kurniawan bercerita, tetapi karena kejadian-kejadian di dalam berbagai bab berbeda-beda tetapi saling merujuk dan menjelaskan. Membaca Cantik itu luka seperti menghadapi uraian ilmu pengetahuan yang rumit. Otak harus bekerja keras memahaminya.
            Novel ini mengemukakan potret-potret berbagai orang yang merujuk pada keadaan Indonesia pascakolonial. Peristiwa-peristiwa yang diungkapkan Eka Kurniawan memberi kesan seolah-olah kisahnya didasarkan pada hal-hal yang sungguh terjadi. Sedangkan kalau kita ikuti ceritanya kita sadar bahwa dunia Dewi Ayu hanyalah isapan jempol Eka Kurniawan karena sebenarnya cerita benar-benar sebuah khayalan
Novel ini termasuk karya yang bermutu tinggi karena Eka kurniawan memilki daya tangkap batin benar tentang pengalaman dan kenyataan terhadap kehidupan. Apa yang ditampilkan Eka Kurniawan dalam Novel “Cantik Itu Luka” merupakan tanggapan terhadap berbagai realitas objektif yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia tidaklah serta merta berdiri sendiri. Kehidupan merupakan proses dari hubungan sebab akibat yang telah berlangsung dari dahulu hingga saat ini. Mati dan hidup, sedih dan gembira, kuat dan lemah, suci dan kotor, ibu dan anak, nenek dan cucu merupakan kenyataan hidup manusia yang terus bersama-sama dengan kehidupan manusia itu sendiri.
Novel ini sungguh memikat. Penyajian unsur intrinsik betul-betul didukung pengetahuan penulis yang baik  tentang Filsafat, Psikologi, dan Sejarah. Pembaca dirangsang berpikir dan  diajak menyelami tokoh-tokohnya hingga lembar akhir cerita. Angan Eka Kurniawan sanggup menembus kebenaran kehidupan sampai pada esensinya. Seluruh peristiwa menangkap intipati-intipati pengalaman, kebenaran kehidupan dan dunia. Kebenaran dan kenyataan kehidupan Dewi Ayu dan keturunanya yang menyakitkan menjadi sebuah pesan bagi dunia bahwa setiap kehidupan manusia akan bernilai bagi kehidupan berikutnya.
            Karya sastra lahir dari ekspresi batin dan hanya untuk kepentingan batin. Eka Kurniawan mampu menggali ha-hal fundamental yang berkaitan dengan jiwa dan batin manusia seperti esistensi cinta kasih Amanda dan kliwon yang tidak berakhir seperti keinginan kedua tokoh. Tabir kehidupan terkuak melalui seorang lelaki tua, ayah Rosinah, yang menyerahkan anak gadisnya asalkan dia dapat tidur dengan pelacur Dewi Ayu. Lelaki tua pun bahagia mati saat bercinta dengan Dewi Ayu.
Karena cinta, Ma Gedik yang terpasung — karena kesetiaannya — lantas mencabuli binatang ternak, karena itu ia dianggap gila ”sungguh-sungguh”, justru di tengah ”kegilaan” nilai-nilai — masih bisa menyanyikan kidung-kidung cinta yang indah, yang membuat banyak orang menangis karenanya. Nyanyian itu untuk menyambut kekasihnya, setelah 16 tahun masa penantian — dengan segala kesetiaan dan cinta — dan ia kemudian bertemu Ma Iyang kekasihnya itu, meskipun harus berakhir tragis (35-37)
Pada bagian awal, Eka Kurniawan menghadirkan kebangkitan Dewi Ayu setelah meninggal 21 tahun lalu. Orang-orang kampung heboh; orang-orang dan benda-benda tunggang-langgang ketakutan dan takjub. Ia mengacaukan cara berpikir logis pembaca.  Ini merupakan  stimulus untuk memancing dan mengocok imajinasi pembaca.  Apa yang diharapkan? Peristiwa ini diharapkan menjadi pedoman dan arah  bagi manusia, bahwa pada saat manusia meninggal, segala tindak tanduknya tidak serta merta hilang begitu saja. Eka Kurniawan secara halus menyampaikan segala sisi kehidupan manusia yang selalu ditutu-tutupi demi nilai. Eka Kurniawan secara lugas dan berani menelanjangi bahwa kematian manusia berkaitan dengan bagaimana cara manusia itu menjalani kehidupan
Pada sisi lain, Eka Kurniawan menggambarkan kuatnya cinta mengubah kepribadian manusia.  Cinta  membuat Maman Gendeng yang brutal, ganas dan menyimpan dendam dan akhirnya luluh ketika bertemu gadis mungil berlesung pipit bernama Nasiah. Seketika ia memutuskan akan menghentikan pengembaraan gilanya, dan bermimpi hidup berumah tangga dengan Naisah. Bahkan, ketika Maman Gendeng menghadapi Naisah untuk mengemukakan cinta, Maman Gendeng merasakan jauh lebih mengerikan daripada menghadapi pasukan Belanda. Cinta yang takut dan gemetar, kata orang, adalah perlambang cinta yang sebenar-benarnya. Dan Maman mengaku terus terang,” Cinta telah memberiku dorongan yang tak diberikan oleh apapun!” (hal 115).
Eka Kurniawan berhasil menampilkan persingungan dengan fakta yang cukup rinci dan sekaligus mendetail. Di sisi lain, karya tersebut memiliki kesadaran yang sangat kuat atas keberadaannya sebagai sebuah karya fiksi, yang dengan bebas melakukan manufer-manufer yang nyaris tak terbatas, bahkan hingga yang paling liar. Realitas yang terjadi dalam kehidupan, sebuah ritmik dinamis yang terbentuk lewat gerak manusianya.
Dalam novel ini, terlihat bahwa kepercayaan terhadap hukum sebab akibat atau karma masih tetap berlaku dalam kehidupan manusia. Melihat keseluruhan cerita bisa saja latar belakang keluarga Dewi Ayu menjadi pemicu peristiwa-peristiwa selanjutnya. Meskipun anak-anaknya bukan menjadi pelacur, namun kegagalan-kegagalan menjalani kehidupan selalu hadir dalam kehidupannya.
Novel ini juga merupakan hasil perenungan tokoh tokohnya menemukan jati diri.. Kisah dalam novel mengkomunikasikan nilai-nilai Pemikiran kefilsafatan terasa terasa pada setiap peristiwa yang ditampilkan Eka Kurniawan. Realitas kehidupan  penuh makna atau pemaknaan terhadap kehidupan itu sendiri.
Pengarang tampaknya meniru model penulisan sejarah kritis, mulai dari akibat (masa kini) terus mencari ke sebab dengan menerangkan struktur-struktur sosial-budaya yang ada di dalamnya. Dengan demikian, seluruh bagian cerita dan tokoh menjadi satu kesatuan yang tidak  dipisahkan. Bagain cerita yang satu akan menjadi sebab atau akibat pada bagian cerita yang lain, sedangkan  keseluruhan tokoh memainkan peran yang spesifik dan punya karakter yang kuat
Eka Menggambarkan bahwa nilai kehidupan masa lalu berpengaruh bagi kehidupan manusia pada masa datang. Namun Eka memibungkus peristiwa tersebut dengan sastra, nilai-nilai itu menjadi ringan, tanpa disadari merasuk dalam diri pembaca tanpa terasa. Pemaknaan Cantik itu luka bukanlah apa yang terlihat oleh kasat mata, namun jauh dibalik kata-kata Eka Kurniawan, tersimpan baik nilai-nilai yang mampu menyadarkan pembaca dari segala perbuatan yang melanggar nilai-nilai kehidupan.
            Keberanian pengarang dalam menuangkan idenya terlihat sangat jelas pada cerita ini. Penggunaan kata-kata yang lugas menelanjangi tokoh-tokohnya secara seksual atau dengan mengemukakan seksualitas. Ia menukikkan kalimat hingga kita tak tahu itu hanya fiksi ataukah satu realita sejarah.
Di luar itu semua, dengan fasih Eka berbicara tentang berbagai fenomena yang berhubungan dengan hal-hal yang berbau gaib, supranatural dan juga misteri, serta yang berkaitan dengan masalah kanuragan hingga masalah penyimpangan seksual. Semua itu mampu ia lebur menjadi satu menjadi sebuah karya yang tidak saja apik, namun sanggup mengocok imajinasi pembaca hingga melampaui batas-batas realitas. Ia juga mampu mengupas problematika seksualitas dan kisah percintaan dengan latar sejarah menjadi sebuah drama yang menggugah
Karakter-karakter tokoh dalam "Cantik Itu Luka" terasa begitu komplit dan kaya. Dalam banyak hal, mereka juga terasa begitu hidup. Sekilas mereka memang tampak berkesan main-main, namun di dalam upaya main-main itu mereka juga sekaligus bisa sangat serius.
Jadi, aspek filasafat menjadi tumpuan enting bagi Eka Kurniawan untuk mencapai tema  dan isi novel “Cantik Itu Luka”. Juga misteri kejiwaan Tokoh utama Dewi Ayu dan tindakan moral di salam eksistensialisme menjadi sumber ilham bagi Eka Kurniawan untuk member makna yang mendalam bagi pengutaraan hidup. Kemunculan sosok seorang preman, seorang partisan, seorang shudancho, serta seorang pelacur kelas atas yang sekaligus seorang ibu dari sejumlah anak gadis membawa kita menelusuri sejumlah proses pencarian jati diri dari beberapa orang anak manusia hingga perjuangan manusia dalam upaya menegakkan harkat kemanusiaanya untuk dapat meraih kemerdekaan dan kebebasan.
SELESAI…….!


Daftar Pustaka

Sastrowardoyo, Subagio. 1992. Sekilas Soal Sastra dan Budaya. Penerbit Balai Pustaka : Jakarta

Depdiknas .2003. Tegak Lurus dengan Langit : Potret Keterasingan Manusia Modern. Depdiknas : Jakarta

Depdiknas 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka : Jakarta

Kurniawan, Eka.2004. Cantik Itu Luka. Penerbit Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

Wlllek, Rene, dkk.1990. Teori Kesusastrahan (Terjemahan Melani Budianta) Penerbit Gramedia  Pustaka Utama : Jakarta







IDENTITAS PENULIS


Nama                           : Aldon Samosir, S.Pd.
NIP                             : 19711224 199801 1 001
Pangkat/ Gol.              : Pembina /  IVa
Nama Sekolah             : SMA Negeri 2 Balige
Alamat Sekolah           : Jl. Kartini Soposurung Balige
                                      Kabupaten Toba Samosir
                                      Provinsi Sumatera Utara 22312
Telepon/ Fax               : (0632) 21385
Alamat Rumah            : Jl. Kartini Soposurung Balige
                                      Kabupaten Toba Samosir
                                      Provinsi Sumatera Utara 22312
Handphone                 : 081361487096

Tidak ada komentar: