Kamis, 25 Mei 2017

Fakta Empiris Penilaian Kita

Dalam praktek pendidikan sehari-hari, masih banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya. Kesalahan-kesalahan tersebut sering kali tidak sadari oleh para guru, bahkan masih banyak diantaranya yang menganggap hal ini adalah biasa. Salah satu kesalahan yang acap kali terjadi dan tidak disadari terjadi saat melaksanakan penilaian.

Pada hakikatnya, penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi.  Dalam pendidikan, penilaian berarti proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.  Untuk melaksanakan penilaian, guru memerlukan instrumen  penilaian dalam bentuk  soal-soal, baik untuk menguji aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.  Kemampuan menyusun instrument penilaian inilah yang sering terabaikan sehingga intrumen penilaian yang diberikan guru tidak mampu mengantarkan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan, penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2.Obyektif, berarti penilaian berdasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilaian.
3.Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi dan gender.
4.Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5.Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh fihak yang bersangkutan.
6.Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7.Sistimatis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langklah-langkah baku.
8.Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9.Akuntabel, berarti, penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

Bagaimana penilaian  yang sudah kita lakukan selama ini, apakah sudah memenuhi prinsip di atas? Apakah soal yang tersusun sudah akan benar mengukur apa yang ingin diukur? Sudah valid? Sudah reliabel? Sudah memiliki daya pembeda? Apakah bobot tingkat kesukarannya sudah tepat? Pertanyaan ini harus dijawab dengan tidak membohongi kata hati. Fakta empiris menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan masih memili kekurangan. Mulai dari kesalahan cetak sampai ketidaktepatan soal untuk mengukur yang seharusnya diukur. 
Bila dikaitkan dengan ranah kognitif Taksonomi Bloom, soal saat ini lebih banyak menguji aspek ingatan.  Banyak guru  yang menyajikan materi dengan mengajak peserta didik belajar aktif, sajian konsep sangat sistematis, tetapi sering diakhiri soal evaluasi yang kurang melatih  keterampilan  berpikir tingkat tinggi peserta didik sebagaimana harusnya.

Kebiasaan buruk dalam penulisan soal, disadari atau tidak disadari harus segera di ubah, Mindset akan pentingnya proses penilaian yang benar dalam pendidikan harus segera diwujudkan. Kurikulum 2013 menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan.  Agar Instrumen penilaian yang digunakan guru untuk menguji hasil belajar peserta didik sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian, saat ini sangat diperlukan kreasi dan keseriusan guru dalam menyususun dan mengembangkan intrumen penilaiannya sesuai dengan perkembangan peserta didik. Peserta didik khususnya SMA  harus  sudah dilatih berpikir tingkat tinggi, sesuai dengan usianya.  Hal ini  dapat dilakukan oleh guru dengan cara melatihkan soal-soal yang sifatnya mengajak siswa berpikir dalam level analisis, sintetis dan evaluasi.

Ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para guru dalam menulis butir soal yang menuntut berpikir tingkat tinggi, yakni materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku sesuai dengan ranah kognitif Bloom pada level analisis, sintesis dan evaluasi, setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus) dan soal mengukur kemampuan berpikir kritis.  Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut berpikir tingkat tinggi, maka setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk sumber/bahan bacaan seperti: teks  bacaan, paragrap, teks drama, penggalan novel/cerita/dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik, foto, rumus, tabel, daftar kata/symbol, contoh, peta, film, atau suara yang direkam.

Tidak ada komentar: